TEORI GESTALT
Kamis, Desember 06, 2018
A. Konsep Teoritis Utama
Pelopor yang mengutarakan konsep ini adalah Marx
Werheimer (1880) dan rekannya Wolfgang Kohler (1887-1967) dan Kurt Kofka
(1886-1941). Werheimer menekankan keseluruhan itu lebih penting daripada sebagian-sebagian
menjadikannya. Mahzab Gestalt/kognitif berpendapat bahwa setiap
manusia mempunyai keupayaan mental mengelola, menyusun, menyimpan dan
mengeluarkan semua pengalaman untuk membolehkan ia memeperhatikan pertalian
diantara pengalaman tersimpan yang dihadapi.
· Teori
Medan
Psikologi gestalt dapat dianggap sebagi
usaha untuk mengaplikasikan Field Theory (teori medan) dari fisika ke problem
psikologi. Secara umum, medan dapat dideskripsikan sebagai sistem yang saling
terkait secar dinamis, dimana stiap bagianna saling mempengaruhi satu sama
lain. Psikologi Gestalt menggunakan konsep medan ini dalam banyak level.
Psikologi gestalt percaya bahwa apa pun yang terjadi pada seseorang akan
mempengaruhi segala sesuatu yang lain di dalam diri orang itu. Menurut
psikologi gestalt, penekannya adalah selalu pada totalitas atau keseluruhan,
bukan pada bagian-bagian.
Kurt Lewin (1890-1947) sebagai salah satu
tokoh dan pengembang teori medan mengatakan bahwa perilaku manusia waktu
tertentu ditentukan oleh jumlah total dari fakta psikologis pada waktu
tertentu. Menurutnya, fakta psikologis adalah segala sesuatu yang disadari
manusia, seperti rasa lapar, ingatan masa lalu, memiliki sejumlah uang, berada
ditempat tertentu atau di depan orang lain. Life space seseorang adalah jumlah
total dari semua fakta psikologis ini dan hal itu menentukan prilaku seseorang
pada waktu tertentu.
Dalam
jurnal yang disusun oleh DR. phil. Hana Panggabean tentang Gestalt menjelaskan bahwa Life Space,
yaitu lapangan psikologis tempat individu berada dan bergerak. Lapangan
psikologis ini terdiri dari fakta dan obyek psikologis yang bermakna dan
menentukan perilaku individu (B=f L). Tugas utama psikologi adalah meramalkan
perilaku individu berdasarkan semua fakta psikologis yang eksis dalam lapangan
psikologisnya pada waktu tertentu. Life space terbagi atas bagian-bagian
memiliki batas-batas.
Batas
ini dapat dipahamis ebagai sebuah hambatan individu untuk mencapai tujuannya.
Gerakan individu mencapai tujuan (goal) disebut locomotion. Dalam lapangan
psikologis ini juga terjadi daya (forces) yang menarik dan mendorong individu
mendekati dan menjauhi tujuan. Apabila terjadi ketidakseimbangan
(disequilibrium), maka terjadi ketegangan (tension). Perilaku individu akan
segera tertuju untuk meredakan ketegangan ini dan mengembalikan
keseimbangan.Apabila individu menghadapi suatu obyek, maka bagaimana valensi
dari nilai tersebut bagi si individu akan menentukan gerakan individu.
Pada
umumnnya individu akan mendekati obyek yang bervalensi positif dan menjauhi
obyek yang bervalensi negatif. Dalam usahanya mendekati obyek bervalensi
positif, sangat mungkin ada hambatan. Hambatan ini mungkin sekali menjadi obyek
yang bervalensi negatif bagi individu. Arah individu mendekati/menjauhi tujuan disebut
vektor. Vektor juga memiliki kekuatan dan titik awal berangkat.
· Nature
versus Nurture
Penganut Gestaltis memberi peran yang lebih
aktif pda otak. Menurut teoritisi Gestalt, otak bukan penerima pasif dan gudang
penyimpan informasi dari lingkungan. Otak bereaksi terhadap informasi sensoris
yang masuk dan otak melakukan penataan yang membuat informasi itu lebih
bermakna. Ini bukanlah fungsi yang dipelajari; ini adalah “sifat alami” dari
otak dalam menata dan memberi makna pada informasi sensoris.
Gestaltis menunjukan bahwa kemampuan
organisasional otak tidak diwariskan; kemapuan itu lebih merupakan ciri sistem
fisik, dan otak hanyalah salah satunya. Berbeda dengan aliran behavioris yang
mempostulatkan otak yang pasif yang merespon pada informasi sensoris, sedangkan
Gestaltis mempostulatkan otak aktif yang mengubah informasi sensoris.
· Hukum
Pragnanz
Perhatian utama Psikologi Gestalt adalah pada
fenomena perseptual yang mana prinsip yang paling menonjol dalam hal tersebut yaitu hukum pragnanz. Koffka
(1963[1935]) mendeskripsikan hukum parganaz sebagai berikut : “Penataan
psikologis selalu sebaik yang diizinkan oleh lingkungan pengontrolnya”.yang
dimaksud baik oleh Koffka adalah kualitas-kulaitas seperti sederhana, komplit,
ringkas, simetris, atau harmonis. Karena pengaruh Pragnanz kita dapat melihat
pengaturan delapan titik pada gambar seperti sebuah persegi panjang atau
lingkaran, namun bila tata letak titik tersebut tidak memliki bentuk yang baik,
kita hanya kan mempersepsi sutu bentuk yang abstrak.
Hukum Pragnanz dipakai oleh Gestaltis
sebagai prinsip pedoman mereka meneliti persepsi, belajar dan memori. Dalam
masalah belajar dan memori juga tidak terlepas dari prinsi penutupan atau
pengakhiran dimana prinsip tersebut menyatakan tendensi untuk menyelesaikan
pengalaman yang belum lengkap.
B. Otak dan Pengalaman Sadar
Gestaltian menganut pandangan yang berbeda dalam
memandang problem tubuh-pikiran. Mereka mengasumsikan adanya ishomorphism
(ismorfisme) antara pengalaman psikologis dengan proses yang ada dalam otak.
Stimulasi eksternal menimbulakn reaksi otak, dan kita merasakan atau mengalami
reaksi itu saat reaksi itu terjadi di otak. Perbedaan utama atara pendapta ini
dengan pendapat strukturalis adalah Gestaltian percaya bahwa otak aktif
mengubah stimulasi sensoris.
Karenanya, otak mengorganisasikan,
menyederhanakan, dan memberi makna pada informasi sensoris yang datang. Jadi
siomorfisme, istilah yang menyiratkan kesetaraan bentuk, menggunakan asumsi
bahwa ‘gerak atom dan molekul di otak’ secara mendasar ‘tidak berbeda dnegan
pikiran dan perasaan’ namun dalam aspek molarnya, yang dianggap sebagai proses
perluasan, adalah identik. Para psikolog gestalt berkali-kali menyatakan
pendapatnya bahwa dunia fenomenal (kesadaran) adalah ekspresi yang akurat dari
situasi, yakni kekuatan medan yang ada dlam otak.
Psikolog gestalt mengatakan bahwa isi
pikiran (kesadaran) datang ke kita dalam keadaan sudah tertata. Menutur
Gestaltis, aktivitas otak berhubungan secara dinamis dengan isi pemikiran.
Seain itu menurut aliran ini, otak secara aktif mengubah informasi sensoris
yang masuk berdasarkan hukum Pragnanz, dan informasi yang telah diubah itulah
yang kita “ sadari “. Karena sangat percaya pada “pikiran aktif”, Gestaltis
jelas termasuk rasionalis, dan karena mereka percaya bahwa “kekuatan pikiran”
itu ditentukan secara genetik. Menurut psikolog Gestalt, penjelasannya sudah
jelas: otak aktif mengisi ruang kosong.
C. Prinsip Belajar Gestalt
Proses
belajar adalah fenomena kognitif. Apabila individu mengalami proses belajar,
terjadi reorganisasi dalam perceptual fieldnya.Setelah proses belajar
terjadi, seseorang dapat memiliki cara pandang baru terhadap suatu problem. Karena Psikolog Gestalt
terutama adalah teoritisi medan yang medan tertarik pada fenomena perseptual,
tidak mengejutkan jika mereka memandang belajar sebagai problem khusus dalam
persepsi.
Dalam buku Teori-Teori belajar yang ditulis
oleh Prof. Dr. Ratna Wilis Dahar, M.Sc menjelaskan bahwa menurut Gestalt-Field
belajar adalah suatu proses perolehan atau perubahan insight,
pandanga-pandangan (outlooks), harapan-harapan, atau pola-pola berpikir. Mereka
mengasumsikan bahwa ketika suatu organisme berhadapan dengan sebuah problem,
akan muncul keadaan disekuilibrium kognitif dan keadaan ini akan terus
berlanjut sampai problem terselesaikan. Karenannya, menurut psikolog Gestalt,
disekuiblirirum kognitif mengandung unsur motivisiobal yang menyebabkan
organisme berusaha untuk mendapatakan kembali keseimbangan dalam sistem mentalnya.
Menurut hukum Pragnanz, keseimbangan
kognitif lebih memuaskan ketimbang ketidakseimbangan kognitif. Bukti atas
pendapat ini diberikan oleh karya Bluma Zeigarnik, yang menemukan bahwa tugas
yang belum selesai akan selalu diingat lebih lama dan detail ketimbang tugas
yang sudah selesai. Dia menjelaskan fenomena ini dalam term properti
motivasional dari suatu problem yang terus ada sampai problem itu dipecahkan.
Belajar, menurut Gestaltis, adalah fenomena
kognitif. Organisme “mulai melihat” solusi setelah memikirkan problem .
pembelajar (siswa) memikirkan semua unsur yang dibutuhkan untuk memecahkan
problem dan menempatkannya bersama secara bersama (secara kognitif) dalam satu cara dan kemudian ke cara-cara lainnnya sampai
problem terpecahkan. Ketika solusi muncul, organisme memperoleh (insight) tentang solusi problem. Berbeda dengan Thordike yang
percaya bahwa belajar adalah bersifat kontiniu yaitu ia bertambah secara
bertahap sedikit demi sedikit sebagai fungsi dari percobaan penguatan.
Sedangkan Gestaltis percaya bahwa solusi itu bisa didapatkan atau tidak sama
sekali, belajar menurut mereka bersifat diskontiniu.
Menurut Teori Gestalt, prinsip-prinsip belajar
adalah:
1.
Belajar berdasarkan
keseluruhan, di mana guru harus berusaha untuk menghubungkan suatu pelajarandengan
pelajaran yang lain sebanyak mungkin. Mata pelajaran yang bulat (utuh) jauh
lebuh udahdimengerti dari pada bagian-bagian.
2.
Belajar adalah
suatu proses perkembangan, di mana anak baru dapat mempelajari sesuatu bila
telah matang untuk menerima pelajaran.
3.
Siswa harus dipandang
sebagai sebagai suatu organisme yang utuh. Di mana guru harus menmperhatikan
seluruh aspek dalam kepribadian anak, bukan hanya aspek intelektualnya saja.
4.
Dalam belajar harus
dipikirkan bahwa anak dapat memindahkan pengalamanya untuk pengalaman yang lain
atau untuk pengalaman yang baru.
5.
Belajar adalah inrteraksi
antara individu dengan lingkungan.
6.
Belajar harus dapat
mengembangkan insight, di mana anak mam-pu menemukan sangkut-paut suatu
problema yang satu dengan problema yang lain.
7.
Belajar berlangsung
secara terus menerus
D. Pendapat Gestalt Mengenai Pendidikan
Dalam mempermasalahkan belajar bagi siswa, para penganut
teori Gestalt lebih menyukai istilah-istilah orang daripada organisme,
lingkungan psikologi daripada lingkungan fisik atau lingkungan biologi, dan
lebih suka menggunkan istilah interaksi daripada aksi atau reaksi. mereka
berpendapat bahwa konsep-konsep tersebut
lebih memudahkan para guru dalam memberikan pembelajaran pada siswa dan konsep
tersbutlah yang dimaksud field dalam proses belajar meagajar oleh penganut teori Gestalt.
Gestaltis berpendapat bahwa problem yang
tak selesai akan menimbulkan ambiguitas atau ketidakseimbangan organisasional
dalam pikiran siswa, dan ini adalah kondisi yang tidak diinginkan. Ambuguitas
dilihat sebagai keadaan negatif yang akan terus ada sampai problem
terselesaikan. Dalam satu pengertian, pengurangan ambuguitas dapatdilihat
sebaai teori Gestalt yang sejajar dengan gagasan penguatan dari kaum
behaviouris. Akan tetapi, reduksi ambiguitas dapat dianggap sebagai penguat
instrinsik, sedangakan behaviouris biasanya lebih menekankan pada penguat
ekstrinsik.
Brumer dan Holt menganut gagasan Gestaltian
bahwa belajar adalah memuaskan secara personal dan tidak perlu didorng oleh
penguatan eksternal. Kelas yang beorientasi Gestalt akan dicirikan oleh hu
ungan memberi-dan-,menerima anatar murid dan guru. Belajar berdasarkan pendapat
Gestalt bisa dimulai dengan sesuatu yang familiar dan setipa langkah dalam
pendidikan didasarkan pada hal-hal yang sudah dikuasai. Semua aspek pelajaran
dibagi-bagi menjadi unit-unit yang bermakna, dan unit-unit itu harus berkaitan
dengan seluruh konsep atau pengalaman. Guru yang berorientasi Gestalt mungkin
menggunakan tekhnik ceramah, tetapi ia kan berusaha agar selalu ada interaksi
antara guru dan murid. Dalam buku Teori-Teori belajar yang ditulis oleh Prof.
Dr. Ratna Wilis Dahar, M.Sc juga mengatakan bahwa Guru yang menganut
Gestalt-Field berkeinginan untuk menolong para siswanya mengubah pemahamanmereka
tentang masalah-masalah atau situasi-situasi secara signifikan.
E. Evaluasi Teori Gestalt
· Kontribusi
Kontribusi yang paling penting dari teori
Gestalt adalah kritiknya terhadap pendekatan molekular atau atomistik dari
behaviorisme S-R. ditunjuk bahwa baik itu perspsi maupun belajar dicirikan oleh
proses kognitif yang menagorganisasikan penglaman psikologis. Psikologi Gestalt
menghadirkan tantangan yang bersifat produktif bahkan bagi kaum behavioris.
Riset Spence (1942) tentang transposisi, misalnya muncul akibat dari pengaruh
penjelasan tarnsposisi kognitif oleh Kohler. Fokus psikolog Gestalt pada
belajar wawasan juga memberikan pandangan alternatif untuk
mengkonseptualisasikan pengutan.
Dalam jurnal yang disusun oleh DR. phil.
Hana Panggabean tentang
Gestalt menjelaskan bahwa implikasi dai teori Gestalt ini adalah Pandangan
Gestalt menyempurnakan aliran behaviorisme dengan menyumbangkan ide untuk
menggali proses belajar kognitif, berfokus pada higher mental process. Adanya
perceptual field diinterpretasikan menjadi lapangan kognitif dimana
proses-proses mental seperti persepsi, insight,dan problem solving beroperasi.
Tokoh : Tolman dan Koehler.
Kontribusi
teori Gestalt ini juga dapat dilihat dari implementasi teori ini dalam
kehidupan belajar sehari-hari. Dalam sebuah jurnal dituliskan bahwa teori ini
sangat efektif digunakan pada orang yang sedang belajar membaca Al-Qur’an.
Dalam Jurnal tersebut dijelaskan metode SAS yang merupakan pendekatan dari
teori Gestalt yang merupakan adalah suatu metoda yang menggunakan pendekatan strutural, yang
dijabarkan melalui analisa dan sintesa, sehingga sebuah strukur mudah dipahami
dan dihayati. Atau dengan kata lain metode SAS adalah suatu prosedur penyajian
pelajaran secara terstruktur selanjutnya dan analisis dan disentesis kembali ke
dalam bentuk semula. Dalam jurnal tersebut dijelaskan bahwa keefektifan metode
SAS ini dilihat dari dapatnya siswa dengan mudah belajar Al-Quran dalam usia
yang muda.
· Krirtik
Walaupun Gestalt menghadirkan tantangan
penting bagi behaviorisme, ia taka pernah menempati kedudukan utam dlam teori
belajar. Psikolog behavioristik tertarik untuk mereduksi problem belajar pada
model yang saling sederhana, mengumpulkan banyak data yang berkaitan dnegan problem-problem
terkecil dalam belajar, dan kemudian membangun teori lebih global berdasarkan
prinsip elementer yang telah teruji. Ketika psikolog Gestalt ikut membahas soal
belajr, merek mendeskripsikan belajar dlam term “pemahaman”, “makna”, dan
“organisasi”, dimana konsep=konsep ini bermakna ditilik dari konteks riset
behvioristik.
DAFTAR PUSTAKA
B.R. Hergenhahn &
Matthew H. Olson. Theories Of Learning (Teori Belajar) edisi VII. Jakarta :
Kencana, 2008
Prof. Dr. Ratna Wilis
Dahar, M.sc. Teori-Teori Belajar. Jakarta : Erlangga
0 Comments